YLBHI Minta DPR Tak Hanya Mengekor Pemerintah Saja Saat Bahas RKUHP

Asfinawati/Repro
Asfinawati/Repro

DPR RI harus lebih kritis dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Sebagai penyambung lidah rakyat para legislator jangan hanya mengikuti keinginan pemerintah saja.


Demikian disampaikan mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Asfinawati dalam diskusi Polemik bertajuk "Quo Vadis RKUHP" yang digelar virtual, seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (25/6).

Bukan tanpa alasan Asfin mengungkapkan hal tersebut. Ia mendengar,  dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang membahas sial RKUHP di DPR RI beberapa waktu lalu banyak anggota parlemen yang bersikap pasif dan hanya mengekor pada pemerintah.

"Tentu saja kita sebagai masyarakat mengharapkan DPR lebih aktif (kritis). Karena ini sekali diketok akan susah lagi diubah," ujar Asfin.

Dia menjelaskan, materiil RKUHP sudah berpuluh-puluh tahun lamanya disusun oleh para pakar, yakni sejak tahun 1984. Akan tetapi tak kunjung masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas).

Salah satu yang disorot Asfin adalah terkait norma penyerangan martabat presiden dan wakil presiden.

Ia menejelaskan, apabila mengacu pada Putusan MK soal gugatan pencemaran nama baik presiden diamanatkan, "RUU KUHP yang merupakan upaya pembaharuan KUHP warisan kolonial tidak harus lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan Pasal 134, Pasal 136 b, Pasal 137 KUHP".

"Kata ini ada diputusan MK tentang penghinaan presiden. Ini kan mirip semua seperti menghina, berakibat kerusuhan, menghina pemerintah, menghina kekuasaan umum, dengan penyerangan harkat martabat presiden," tuturnya.

Maka dari itu, Asfin mendorong DPR bisa lebih kritis dalam proses pembaharuan KUHP yang menjadi landasan penegakkan hukum di Indonesia.

"Isinya (KUHP) sangat besar sekali memang. Mulai pelanggaran HAM berat sampai pergelandangan. Bahkan sampai saya ketemu ada bahasa kenakalan di RKUHP," paparnya.

"Jadi tentu saja nasib bangsa kita mau dibawa kemana, yang terdekat ada di RKUHP. Sehingga harapanya DPR lebih kritis ya," tandasnya.