China termasuk dari sedikit negara yang tidak mengutuk Rusia atas invasinya ke Ukraina. Namun, ketika Kanselir Jerman Olaf Scholz berkunjung ke Beijing, China mulai menunjukkan sikapnya dengan Presiden Xi Jinping memberikan teguran keras kepada Rusia untuk yang pertama kali.
- Jelang Pelantikan Andra Soni-Dimyati Natakusumah, Pj Gubernur Banten Mendadak Mutasi Kepala OPD
- BMKG Warning Warga Banten, Peringatan Cuaca Buruk di Lima Daerah
- Viral Video Mesum Selebgram Cantik Bersama Pegawai BUMN, Durasi 1 Menit 34 Detik
Baca Juga
Xi memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin agar tidak menggunakan nuklir dalam perangnya melawan Ukraina.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Aula Besar Rakyat di Beijing pada Jumat (3/11), Xi dan Scholz sama-sama menyepakati untuk mengutuk dan menentang penggunaan senjata nuklir, saat dunia mencurigai Putin memiliki rencana itu dalam perangnya dengan Ukraina.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina, Xi tidak pernah mengkritik Putin, memintanya menarik pasukannya, atau memberikan sanksi, seperti yang dilakukan banyak negara. Namun, pernyataannya selama bertemu Scholz menunjukkan teguran publik terbesar yang pernah disampaikan ke Kremlin.
Scholz mengatakan Rusia sangat dikhawatirkan akan melakukan tindakan yang melewati batas dengan menggunakan senjata nuklirnya, yang berarti dunia internasional juga akan berada dalam bahaya.
Barat dan Ukraina menuduh Rusia mengancam akan menggunakan senjata nuklir di Ukraina, meskipun Rusia telah membantahnya. Sebaliknya, Rusia menuduh Kyiv yang berencana menggunakan "bom kotor" radioaktif.
BBC menulis, Scholz kemudian mendesak China untuk menggunakan pengaruhnya terhadap Rusia agar menghentikan perangnya di Ukraina.
Xi kemudian menyatakan, China dan Jerman sama-sama negara besar yang memiliki pengaruh, untuk itu mengapa harus melakukan kerja sama yang lebih kuat lagi di tengah situasi global yang penuh gejolak untuk perdamaian dunia. Menurut Xi, komunitas global juga harus memainkan perannya untuk mengakhiri krisis secara damai.
Scholz tiba di Beijing dalam kunjungan satu hari. Kunjungan itu memicu kritikan keras, baik dari politikus di negaranya sendiri maupun dari negara-negara lain. Kunjungan itu terjadi di tegah ketegangan China-taiwan, dan situasi global yang tidak menentu. China juga baru saja menobatkan Xi sebagai pemimpin Partai Komunis untuk masa jabatan yang ketiga.
Usai bertemu Xi, Scholz kemudian bertemu dengan Perdana Menteri Li Keqiang. Kepada Li, Scholz mengatakan bahwa China dan Jerman bukanlah teman yang "memisahkan".
Masalah Taiwan menjadi bahasan selama pertemuan Li dan Scholz.
"Seperti AS dan negara-negara lain, kami mengejar kebijakan satu-China. Tetapi saya telah menjelaskan bahwa setiap perubahan status quo Taiwan harus dilakukan secara damai atau dengan persetujuan bersama," kata Scholz.