Raisi: AS Sengaja Memantik Perselisihan di antara Orang Iran dengan Menyebarkan Berita Bohong

Presiden Iran Ebrahim Raisi/Net
Presiden Iran Ebrahim Raisi/Net

Ada peran AS dalam aksi protes yang melanda Iran sejak September lalu. Presiden Ebrahim Raisi dalam siaran televisi pada Rabu (28/12) mengatakan, AS dan negara-negara Barat telah menyebarkan desas-desus dan informasi yang salah, yang memicu pecahnya aksi protes mematikan.


Salah satu informasi yang salah itu adalah tentang penahanan para demonstran.

Ribuan demonstran dikatakan masih berada di dalam tahanan dan menerima perlakuan tidak manusiawi atas tuduhan tak berdasar selama aksi protes yang meletus sejak Septembar.  

Iran menegaskan otoritasnya telah membebaskan para pengunjuk rasa yang sebelumnya ditahan oleh aparat dan dinas keamanan.

Kantor Kejaksaan Iran dalam pernyataannya mengatakan, sekitar 83 persen pengunjuk rasa yang ditahan telah kembali ke rumah. Sebuah pernyataan yang dikutip oleh kantor berita Tasnim mencatat bahwa "selama tiga bulan terakhir, hakim yang mengawasi kasus para pengunjuk rasa mengunjungi penjara sebanyak 2.239 kali dan melakukan percakapan pribadi dengan para tahanan."

Bahkan, sepanjang  Oktober dan November, otoritas Iran berulang kali memberikan grasi kepada para pengunjuk rasa yang mengambil bagian dalam demonstrasi protes di Sanandaj, pusat administrasi Kurdistan, dan Zahedan, ibu kota Provinsi Sistan dan Baluchestan.

Sekelompok pengunjuk rasa juga dibebaskan di provinsi barat daya Khuzestan, yang dihuni oleh suku-suku Arab, dan di Ardabil tempat tinggal etnis Azerbaijan.

Amerika Serikat terus menerus mendesak Iran untuk membebaskan semua pengunjuk rasa tanpa syarat. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menekankan bahwa Iran telah memenjarakan orang-orang yang menjalankan kebebasan berbicara.

Raisi mengatakan,  Iran telah berusaha melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menjaga keamanan dan stabilitas negaranya. Namun, campur tangan asing membuat semuanya kacau dan perselisihan yang disebarkan para provokator telah mengancam keutuhan Iran.

"Musuh revolusi Islam tidak akan mencapai tujuan mereka dan menyebarkan perselisihan di antara rakyat Iran dengan menyebarkan kebohongan," kata Raisi selama pertemuan dengan para veteran perang Iran-Irak 1980-1988.

Iran akan terus menjaga para generasi muda yang telah disesatkan oleh asing untuk menentang tanah airnya.

"Orang munafik, monarki dan kontrarevolusioner, yaitu, semua yang menentang republik Islam, terlibat dalam mengatur gangguan dan kerusuhan yang meletus di Iran pada pertengahan September," ujar Raisi.

Aksi protes mematikan telah mengepung Iran sejak kematian Mahsa Amini. Gadis Kurdi ini ditahan polisi karena tidak mengenakan jilbabnya dengan benar. Selama interogasi berikutnya, dia menderita serangan jantung dan meninggal. Namun, media sosial menyebarkan berita bahwa Amini telah dipukuli oleh polisi.

Pada tanggal 7 Oktober, Otoritas Kedokteran Forensik Iran menerbitkan laporan resmi tentang penyebab kematiannya yang mencatat bahwa dia tidak mengalami trauma apa pun.

Aksi unjuk rasa di Iran meluas hingga mencakup 157 kota dan pemukiman penduduk. Para pengunjuk rasa menuntut perubahan demokrasi, mengutuk represi negara dan menyerukan pembebasan mereka yang ditangkap.

Menurut outlet berita, secara keseluruhan, 18.500 orang telah ditahan di Iran sejak pertengahan September. Sekitar 507 aktivis dan 66 anggota pasukan keamanan tewas dalam kerusuhan tersebut.