Pemprov Sumsel Ambil Alih Pembangunan Pasar Cinde, PT Magna Beatum Diputus Kontrak

Kondisi bagian asli bangunan Pasar Cinde yang masih dipertahankan. (ist/rmolsumsel.id)
Kondisi bagian asli bangunan Pasar Cinde yang masih dipertahankan. (ist/rmolsumsel.id)

Kontrak pembangunan pasar Cinde antara Pemprov Sumsel dengan PT Magna Beatum akhirnya berakhir. Rencananya proses pembangunan akan diambil alih oleh Pemprov Sumsel.


Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Sumsel Herman Deru saat dibincangi Kantor Berita RMOL Sumsel, Jumat (17/6).

“Kontraknya (PT Magna Beatum) sudah kami putus. Sekarang kami ambil alih,” ujar Herman Deru.

Dia menjelaskan, pembangunan pasar bersejarah yang telah berstatus cagar budaya ini akan dibangun kembali 2023 mendatang. Apakah kelanjutan pembangunannya akan kembali melibatkan pihak ketiga lainnya.

“Kami yang akan membangunkannya. Bila perlu menggunakan APBD. Sebab, kasihan pedagang. Mereka sudah menunggu lama pembangunan ini,” bebernya.

Terpisah, Wakil Gubernur Sumsel, Mawardi Yahya mengatakan, pengakhiran perjanjian kerjasama tersebut melalui surat Gubernur Sumsel Nomor 511.2/0520/BPKAD/2022 tanggal 25 Februari 2022. Selain itu, diperkuat dengan Permohonan Pembatalan Sertifikat hak Guna Bangunan Nomor 575 atas Nama PT. Magna Beatum kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

“Sudah ada pengakhiran kerjasama dengan PT Magna Beatum terkait pembangunan Pasar Cinde,” kata Mawardi dalam Rapat Paripurna DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) dengan agenda Jawaban Gubernur Sumsel terhadap pemandangan umum Fraksi-Fraksi DPRD Sumsel  atas penjelasan Gubernur Sumsel terhadap Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumsel tahun anggaran 2021, dikutip dari Kantor Berita RMOL Sumsel Jumat (17/6).

Selain Pasar Cinde, Pemprov juga tengah melakukan proses addendum kerjasama untuk menetapkan besaran kontribusi pengelolaan lahan Palembang Square dengan PT Bayu Jaya Lestari Sukses.

Bangun Ulang Pasar Cinde Diperkirakan Habiskan Anggaran Rp250 Miliar

Pemprov tampaknya serius untuk membangun ulang Pasar Cinde, pasca diputuskannya kontrak kerjasama dengan PT Magna Beatum. Bahkan, Pemprov Sumsel melalui Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Permukiman (PU Perkim) telah memiliki konsep pembangunan pasar yang akan diusung.

“Kita tetap mempertahankan ciri khas tiang cendawan,” kata Kepala Dinas PU Perkim Sumsel, Basyaruddin Akhmad saat dibincangi.

Meski begitu, pihaknya tetap memberikan sentuhan modern terhadap bangunannya dengan membangun sky bridge yang menghubungkan pasar dan Stasiun LRT Sumsel. Di bagian belakang pasar juga akan dibangun area publik dan pelataran parkir sehingga akan jauh lebih nyaman untuk disinggahi.

“Untuk anggaran, perkiraannya sekitar Rp250 miliar. Rencananya proses pembangunannya akan dimulai tahun depan,” tegasnya.

Wali Kota Palembang, Harnojoyo mengapresisi  rencana pembangunan Pasar Cinde. Menurutnya, langkah itu adalah terobosan yang sangat baik. Pasar Cinde merupakan wajah kota Palembang, jika ada rencana pembangunan harus diselesaikan dengan cepat diselesikan.

Setelah pembangunan selesai, Harnojoyo berharap pedagang dapat berjualan dengan lebih nyaman. "Kita harus pastikan mereka yang mendapat lapak merupakan pedagang yang sudah berjualan di sana sebelum Pasar Cinde dibongkar," ucap Harnojoyo.

Sejarah Singkat Bangunan Pasar Cinde

Pasar Cinde merupakan bangunan cagar budaya yang dibangun 1958. Bangunan ini diarsiteki Abikusno Tjokroseojoso yang terinspirasi dari bangunan Pasar Johar, Semarang yang dirancang Herman Thomas Karsten.

Pemprov Sumsel berencana membangun kembali Pasar Cinde agar menjadi kawasan modern. Pengembangannya kemudian diserahkan kepada pihak ketiga melalui kerjasama build operate and transfer (BOT) pada Maret 2016. Hanya saja, sejak dimulainya kerjasama itu, pembangunan Pasar Cinde yang dinamai Aldiron Plaza Cinde tersebut mangkrak selama empat tahun.

Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang Retno Purwanti mengatakan, Pasar Cinde memiliki keistimewaan struktur kolom cendawan yang merupakan salah satu penemuan teknologi struktur awal abad ke-20.

Filosofinya sebagai pohon yang menaungi pedagang dan pembeli. Pasar ini menjadi satu-satunya pasar yang berstruktur cendawan di Sumatera. Masih ada tiga lagi pasar yang berstruktur demikian, semuanya ada di Semarang, Jawa Tengah, yakni Pasar Johar, Jatingaleh, dan Randusari.

“Sampai sekarang status cagar budaya itu belum dicabut,” ungkapnya.

Retno berharap, dengan pembangunan kembali Pasar Cinde  dapat mengembalikan nilai penting dari Pasar Cinde seperti halnya Pasar Johar yang bisa kembali difungsikan setelah dilanda kebakaran.