Kedekatan Pakistan dengan China semakin mengancam para pengungsi Uighur. Bahkan sejumlah pengungsi mengaku kesulitan untuk memperpanjang kartu pengungsi.
- Viral Video Mesum Selebgram Cantik Bersama Pegawai BUMN, Durasi 1 Menit 34 Detik
- Ini Dia 6 Daerah Banjir Paling Parah di Kota Tangerang
- BPBD Lebak Kirim Warning, Wisatawan Harap Waspada Bencana Alam saat Liburan Panjang
Baca Juga
Salah satunya adalah Niyaz Ghopur. Ghopur dan delapan anggota keluarganya mengaku sempat mendapat ancaman deportasi ke China lantaran masa berlaku kartu pengungsi mereka telah habis pada Oktober lalu.
Menanggapi ancaman tersebut, Ghopur yang telah menjadi pengungsi Pakistan sejak 2016, pergi ke kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Namun badan itu secara misterius menolak untuk memperbarui kartu pengungsi mereka.
“Kami telah pergi ke sana (ke kantor UNHCR) tiga atau empat kali akhir-akhir ini, dan staf mengatakan bahwa mereka berhenti mengeluarkan kartu dan akan menghubungi kami ketika mereka mulai menerbitkannya kembali,” jelasnya, seperti dikutip RFA pada Jumat (24/2).
Menurut penelusuran RFA, ada lima hingga enam keluarga lainnya yang memiliki permasalahan serupa dengan Ghopur, dan segera menghubungi kantor pusat UNHCR di Jenewa, Swiss.
Insiden ini diduga terjadi karena pemerintah Pakistan memiliki hubungan dekat dengan China. Hal tersebut terlihat dari Islamabad yang sering menyuarakan dukungan untuk seluruh kebijakan Beijing di Xinjiang, Laut China Selatan, serta di Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Selain itu mereka juga dicurigai telah mendapatkan tekanan dari Beijing karena Islamabad terikat dengan kesepakatan Belt and Road Initiative China, untuk meningkatkan infrastruktur Pakistan.
Sebab, setelah RFA melaporkan insiden itu kepada kepala komunikasi global UNHCR, Joung-ah Ghedini-Williams, badan PBB di Pakistan itu segera memperbarui kartu pengungsi untuk keluarga Uighur yang bersangkutan, dan pengadilan Pakistan mengatakan mereka tidak akan mendeportasi pengungsi.