Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa blak-blakan membeberkan berbagai potensi maksimal gempa yang bisa terjadi di 15 segmen megathrust yang ada di Indonesia.
- Viral Video Mesum Selebgram Cantik Bersama Pegawai BUMN, Durasi 1 Menit 34 Detik
- Ini Dia 6 Daerah Banjir Paling Parah di Kota Tangerang
- BPBD Lebak Kirim Warning, Wisatawan Harap Waspada Bencana Alam saat Liburan Panjang
Baca Juga
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa blak-blakan membeberkan berbagai potensi maksimal gempa yang bisa terjadi di 15 segmen megathrust yang ada di Indonesia.
Hel tersebut diungkapkan Nuraini Rahma Hanifa dalam gelar wicara yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (2/9/2024).
"Ada 15 segmen megathrust yang membentang dari sepanjang pesisir barat Sumatera Selatan, Jawa, sampai selatan Bali, NTT, NTB, di Utara Sulawesi, dan Utara Papua," kata Nuraini Rahma Hanifa.
"Memang kalau secara potensinya itu bisa magnitudo-nya sampai 9 ya," sambungnya.
Menurut Nuraini Rahma Hanifa, berbagai potensi tersebut terdapat di segmen Aceh-Andaman dengan potensi 9,2 Magnitudo maksimum (Mmax).
"Nias-Simeulue 8,9 Mmax, Kepulauan Batu 8,2 Mmax, Mentawai-Siberut 8,7 Mmax, Mentawai-Pagai 8,9 Mmax, Enggano 8,8 Mmax, serta Selat Sunda-Banten 8,8 Mmax," ungkap Nuraini Rahma Hanifa.
Selain itu, Jawa Barat 8,8 Mmax, Jawa Tengah-Timur 8,9 Mmax, Bali 9,0 Mmax, Nusa Tenggara Barat (NTB) 8,9 Mmax, Nusa Tenggara Timur 8,7 Mmax.
"Sulawesi Utara 8,5 Mmax, Filipina-Maluku 8,2 Mmax, Laut Banda Utara 7,9 Mmax, serta Laut Banda Selatan 7,4 Mmax," ujar Nuraini Rahma Hanifa.
Nuraini Rahma Hanifa mengatakan, bahwa gempa megathrust memiliki ciri khusus yang siklusnya berulang.
"Dari 15 segmen megathrust ini, kita punya sejarah 20 tahun yang lalu persis tahun 2004, kita mengalami gempa megathrust di Aceh," bebernya.
Selain gempa Aceh, kata Nuraini Rahma Hanifa, gempa megathrust juga dialami di Pangandaran, Jawa Barat dan Pulau Nias, Sumatera Utara pada 2006 dan Pacitan, Jawa Timur pada 1994 silam.
"Megathrust ini gempa yang siklusnya berulang, jadi memang potensi ke depan itu untuk megathrust ya dia akan ada, dan akan berulang. Tapi, mungkin memang periode waktunya cukup panjang ya," ungkap Nuraini Rahma Hanifa.
Sementara itu, terkait risiko terbesar, kata Nuraini Rahma Hanifa, tidak hanya dipengaruhi dengan skala magnitudo terbesar, melainkan juga dipengaruhi dengan seberapa banyak penduduk yang terdapat dalam kawasan di segmen-segmen tersebut.
"Artinya, kalau kita mempertemukan skala gempa megathrust yang besar dengan penduduk yang paling padat, maka risikonya menjadi lebih tinggi di Pulau Jawa ini," jelas Nuraini Rahma Hanifa.
Meski begitu, Nuraini Rahma Hanifa menegaskan megathrust bukanlah sebuah bencana, melainkan merupakan fenomena alam yang pasti terjadi, karena fluktuasi dan revolusi bumi yang mengakibatkan dinamika alam.
Oleh sebab itu, Nuraini Rahma Hanifa mendorong kepada seluruh masyarakat Indonesia, baik para pemangku kepentingan terkait maupun seluruh warga untuk bersama-sama memperkuat diri untuk bisa beradaptasi dan mengantisipasi fenomena gempa megathrust, sebagai upaya mitigasi diri dari bencana besar, yang dapat menyelamatkan banyak nyawa manusia. (ant)