Seiring dengan industrialisasi di Kabupaten Serang, ternyata membuat kualitas air Sungai Ciujung mulai berubah akibat banyak industri yang membuang limbah ke sungai itu.
- Kantor Pos Gelar Pasar Murah Selama Ramadan, Ini 5 Lokasinya di Tangerang
- Sengketa Pilkada Serang 2024, Andika Hazrumy Pasrah Hasil Putusan Sela MK
- RSUD Cilograng Segera Beroperasi, Bikin Warga Lebak Semringah
Baca Juga
Imbasnya, perubahan kualitas baku mutu air sungai itu membuat kehidupan masyarakat berubah luar biasa.
Padahal, Sungai Ciujung selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan bagi ratusan ribu warga yang hidup di bantarannya, di empat kecamatan di Kabupaten Serang, Banten yakni Tanara, Tirtayasa, Carenang dan Lebakwangi.
Selain itu, warga juga memanfaatkan air Sungai Ciujung untuk mengelola tambak ikan, udang, mengairi persawahan, hingga kebutuhan sehari-hari.
Namun, sejak air sungai itu terkena limbah pabrik, ikan dan udang di tambak-tambak warga menjadi stres dan mati sehingga pendapatan para petambak menjadi berkurang.
Adapun dampak buruk bagi kesehatan manusia, kualitas air yang rendah bisa menimbulkan iritasi kulit dan gatal-gatal bagi warga yang memanfaatkan sungai itu untuk mandi dan mencuci pakaian.
Selain itu, saat musim kemarau akan makin terlihat air Sungai Ciujung yang menghitam dan berbau menyengat karena telah terjadi pencemaran berat.
Merespons hal itu, Kepala Desa Cibodas, Ubaidillah secara langsung kepada Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq dan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Yandri Susanto, saat audiensi di Desa Cerukcuk, Kecamatan Tanara, pada 8 November 2024.
Sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kecamatan Tanara, Ubaidillah berupaya memperjuangkan pulihnya Sungai Ciujung.
Hal yang sudah dilakukan di antaranya berkoordinasi dengan kepala desa lainnya di sepanjang bantaran Sungai Ciujung, dan terakhir ke perusahaan di sekitarnya.
Ironinya, hingga kini belum ada respons yang dilakukan dari industri yang diduga mencemari Sungai Ciujung tersebut.
Laporan media dan sejumlah pihak soal pencemaran Sungai Ciujung, sukses membuat Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendeteksi penyebab masalahnya.
Melihat kondisi tersebut, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan ada 26 perusahaan terindikasi berkontribusi mencemari Sungai Ciujung berdasarkan pemetaan dari drone dan citra satelit.
Sementara itu, dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Serang, Menteri LH melakukan sidak ke dua perusahaan pulp dan kertas yang diduga mencemari lingkungan.
Sidak tersebut bertujuan untuk menegakkan hukum bagi industri yang tidak benar membuang dan mengolah limbah, sehingga berdampak buruk pada lingkungan warga.
Tanpa basa-basi, saat tinjauannya di salah satu pabrik kertas, PT IK, Kementerian Lingkungan Hidup menyegel tempat pengolahan limbah seluas 42 hektare, dengan berat limbah mencapai lebih dari dua juta ton.
Parahnya, tak jauh dari lokasi pabrik, juga terdapat lokasi pembuangan dan pengolahan limbah kedua, seluas setengah hektare yang berada di pinggir badan sungai.
Adapun penyegelan kedua lokasi limbah tersebut dilakukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup.
Menurut Menteri Hanif, bahwa dampak dari pencemaran limbah tersebut antara lain membuat air lindi dari limbah mencemari perairan, membuat kerusakan tanah, hingga memunculkan cemaran mikroplastik yang berdampak pada kehidupan sehari-hari warga kampung.
Oleh karena itu, Menteri Hanif memerintahkan dua perusahaan tersebut dilakukan audit lingkungan, sebagai langkah penegakan hukum.
Sementara dari audiensi bersama para kepala desa, Hanif menjanjikan dalam waktu 3 sampai 4 bulan kondisi Sungai Ciujung akan kembali jernih untuk digunakan masyarakat.
Dalam upaya pemulihan baku mutu sungai juga melibatkan Kemendes PDT untuk koordinasi dalam memastikan jaminan kesejahteraan warga desa yang bersinggungan dengan industri.
Melihat kerusakan tersebut, tentunya penegakkan hukum perlu diterapkan untuk memastikan pelaku pencemaran limbah bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan, serta memberikan efek jera yang mendorong perusahaan dan individu untuk lebih memperhatikan pengelolaan limbah secara berkelanjutan.
Penegakan hukum juga harus melibatkan pengawasan yang ketat dari pemerintah dan lembaga terkait, agar pencemaran limbah yang merusak sungai dapat diminimalisir.
Penegakan hukum pada pencemaran lingkungan secara konsisten dan efektif diharapkan dapat menciptakan kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga kelestarian sungai, bagi generasi mendatang. (*)