Kasus suap jual beli jabatan dengan tersangka Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron menyita perhatian publik. Hal ini lantaran uang suap yang diterima Abdul Latif turut digunakan untuk memupuk elektabilitas melalui lembaga survei.
- Hastag #Hastobiangkerok Menggema di Media Sosial
- Andra Soni Fokus Rekonsiliasi Jelang Pelantikan Gubernur Banten
- Partai Gerindra Sentil PDIP Soal PPN 12 Persen: Lempar Batu Sembunyi Tangan
Baca Juga
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M. Massardi menjadi salah satu yang prihatin dengan peristiwa ini. Dia tidak habis pikir bagaimana elektabilitas semu dari lembaga survei “dikejar” oleh kepala daerah, sekalipun harus menggunakan uang hasil suap.
Adhie Massardi mengurai, jika demokrasi diibaratkan pohon, maka akademisi yang sembunyi di balik lembaga survei politik adalah parasit demokrasi.
“Mereka mengisap darahnya dan membiarkan pohon demokrasi meranggas. Memang ganas!” tegasnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (11/12).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menegaskan bahwa Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron menggunakan uang suap Rp 5,3 miliar yang diterima untuk keperluan survei elektabilitas.
Selain suap jual beli jabatan, Latif juga diduga diterima uang pengaturan proyek di lingkungan Pemkab Bangkalan. Besarnya dipatok 10 persen setiap proyek di Pemkab Bangkalan.