Insiden pipa gas Nord Stream 1 dan 2 milik perusahaan asal Rusia masih menyisakan tanda tanya. Lantaran penyebab dari kebocoran hingga kini belum diketahui.
- Viral Video Mesum Selebgram Cantik Bersama Pegawai BUMN, Durasi 1 Menit 34 Detik
- Ini Dia 6 Daerah Banjir Paling Parah di Kota Tangerang
- BPBD Lebak Kirim Warning, Wisatawan Harap Waspada Bencana Alam saat Liburan Panjang
Baca Juga
Negara terdekat dengan lokasi pipa di Laut Baltik, Swedia dan Denmark mengindikasikan bahwa kebocoran itu bukan sebuah kecelakaan, melainkan tindak sabotase yang disengaja.
Sementara itu, sebagai negara pemilik, Moscow menyebut insiden itu sebagai tindak terorisme internasional. Lebih lanjut, Presiden Vladimir Putin pada Jumat (30/9) menyalahkan AS dan sekutunya karena meledakkan pipa bawah laut tersebut.
Baru-baru ini, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Nikolai Patrushev, yang juga salah satu orang yang dekat dengan Putin, secara eksplisit menyebut Central Intelligence Agency (CIA) merupakan dalang dari kebocoran Nord Stream dengan membandingkan kasus yang terjadi pada tahun 1980-an.
"Biarkan saya mengingatkan Anda bahwa situasi serupa terjadi pada tahun 1983, Pada saat itu, penyabotase yang direkrut oleh CIA mengorganisir serangan terhadap Nikaragua dan menyebabkan meledaknya pipa minyak di salah satu pelabuhan," ujarnya, seperti dimuat Reuters pada Rabu (6/10).
Pekan lalu, Patrushev juga sempat mengatakan bahwa Barat memiliki rekam jejak serangan di jaringan pipa.
Sejak laporan kebocoran diterima, jurubicara Kremlin, Dmitry Peskov berulang kali mengatakan bahwa sangat mungkin jika Washington pelakunya, karena negara itu memperoleh banyak keuntungan dari insiden di Nord Stream.
"Amerika Serikat akan dapat meningkatkan harga dan penjualan gas alam cair (LNG) setelah kebocoran gas di jaringan pipa Nord Stream," pungkasnya.