KPK Dalami Korupsi Lukas Enembe Soal Dana Makan dan Minum Rp 1 Miliar Per Hari

Gubernur Papua, Lukas Enembe/RMOL
Gubernur Papua, Lukas Enembe/RMOL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah melakukan penyelidikan terkait grand corruption yang diduga menjerat Gubernur Papua, Lukas Enembe (LE), yakni adanya Peraturan Gubernur (Pergub) yang dibikin untuk melegalkan penyimpangan anggaran.


"Ini kan masih penyelidikan ya untuk itu," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (6/7).

Sehingga, Asep meminta masyarakat untuk menunggu perkembangan selanjutnya. Karena saat ini, KPK tengah melakukan permintaan keterangan kepada pihak-pihak terkait, termasuk memeriksa anggota DPRD Provinsi Papua.

"Tentunya siapapun yang terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi, akan kita minta keterangan, termasuk juga terkait dengan tadi pembuatan peranti-peranti lunak berupa peraturan-peraturan yang justru memayungi atau disiapkan oleh tersangka ini untuk melancarkan aksinya dalam mengambil uang negara secara tidak sah atau melakukan korupsi," kata Asep.

Sebelumnya, Asep mengungkapkan, bahwa dana operasional Lukas dari APBD senilai Rp 1 triliun setiap tahunnya. Sementara itu, sebagian dana operasional itu digunakan untuk makan dan minum sekitar hampir Rp 400 miliar dalam setahun.

"Padahal kita tahu, bahwa satu tahun itu ada 365 hari, artinya bahwa satu hari itu bisa Rp 1 miliar. Itu juga menjadi sebuah kejanggalan bagi kami. Apa iya makan minum itu menghabiskan satu hari Rp 1 miliar?" kata Asep, Selasa (27/6).

Akan tetapi kata Asep, penggunaan uang untuk makan dan minum itu terdapat kuitansi. Untuk itu, pihaknya masih melakukan klarifikasi dengan mendatangi rumah makan atau restoran sesuai dengan kuitansi yang ada untuk menelusuri kebenarannya.

"Kalaupun memang benar, apakah benar sampai Rp 1 miliar satu hari. Seperti itu kan yang perlu kita klarifikasi terus," kata Asep.

Asep mengungkapkan, dana operasional Lukas sebesar Rp 1 triliun per tahun dilakukan berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang dibuat Lukas. Akan tetapi, Asep tidak membeberkan Pergub yang mana.

"Jadi memang ketika itu dicek di Kementerian Dalam Negeri, itu menjadi tidak kelihatan, tersamarkan dengan adanya peraturan gubernur. Itu ada modusnya seperti itu," terang Asep.

Asep pun membenarkan, jika Lukas diduga sengaja membuat Pergub agar melegalkan perbuatan tindak pidana korupsi, yakni melakukan dugaan penyalahgunaan penggunaan dana APBD.

"Iya jadi begini, itu yang dinamakan dengan grand corruption. Jadi orang melakukan korupsi itu lain-lain, macam-macam ya. Tipikal grand corruption itu adalah ketika membuat sebuah aturan yang dibuat itu seolah-olah itu aturannya benar, tapi itu untuk melegalkan kegiatan-kegiatan yang menyimpang, atau melakukan korupsi. Tapi dengan dibuat peraturannya, seolah-olah menjadi benar," pungkas Asep.