Meninggalnya Rio Febrian (17) akibat dianiaya 4 orang sesama tahanan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas IIA Lampung di Tegineneng, Pesawaran masih meninggalkan luka mendalam bagi keluarga.
Baca Juga
- Tanah Rakyat Tersandera Pemkab Belitung, Praktisi Hukum: Kembalikan
- PTUN Pangkal Pinang Kabulkan Gugatan H. Eddy Sofyan terhadap BPN Belitung
- Kasus Korupsi, Mantan Pejabat Kota Serang Dituntut 5 Tahun Penjara
Baca Juga
Kakak kandung korban, Adrian, menemui Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari di Rumah Aspirasi Taufik Basari, Bandar Lampung, Selasa (26/7).
Adrian berharap, apa yang menimpa adik bungsunya tidak akan pernah terjadi lagi kepada orang lain. Ia ingin proses hukum yang saat ini berjalan di Polda Lampung dapat berjalan dan setiap orang mendapatkan ganjaran.
"Biarkan hanya adik saya yang menjadi korban. Mudah-mudahan perjuangan kami ini menjadi amal, karena yang terjadi tidak bisa dikembalikan," kata Adrian didampingi LBH Bandar Lampung.
Di depan Taufik Basari, Adrian menceritakan kronologi penganiayaan hingga menyebabkan Rio Febrian meninggal dunia di Rumah Sakit Ahmad Yani, Kota Metro dengan sejumlah luka lebam.
Rio adalah napi anak yang dijatuhi vonis delapan bulan penjara pada Juni 2022 karena kasus kenakalan remaja. Sebelum tewas, RF baru 45 hari menjalani hukuman.
Ia bercerita, adiknya meminta ditengok pada 4 Juli lalu. Kondisinya sehat meski Rio mengeluh sering dipukuli dan meminta agar dapat dipindahkan ke sel tahanan lainnya.
"Kami mengajukan pindah kamar tapi tidak bisa. Selang 5 hari, kami dapat kabar bahwa adik kami sakit, kami melakukan video call tapi dia kondisinya tidak bisa bicara," kata Adrian.
Pada 11 Juli, pihak keluarga diminta datang ke LKPA dengan kabar bahwa Rio tengah sakit. Pihak keluarga diminta untuk datang ke klinik, tapi ketika sampai tak ada Rio di sana.
Pihaknya menunggu 10-15 menit hingga Rio datang dengan kondisi duduk di kursi roda, beberapa kawannya bahkan membantu memegang kaki Rio. Kondisinya kritis.
"Kami sangat kecewa, dugaan kami ada unsur pembiaran. Kami juga kecewa kenapa tidak langsung dibawa ke rumah sakit, dia sudah sekarat, bisa dibilang dekat sakaratul maut," bebernya.
"Dalam kondisi apa napi itu bisa dibawa ke rumah sakit? Bagaimana SOPnya? Kami sangat marah saat itu," lanjut Adrian.
Ia melanjutkan, pihaknya meminta agar Rio segera dibawa ke rumah sakit. Tapi pihak LKPA memerlukan waktu lebih dari satu jam untuk mengurus administrasi, barulah Rio bisa dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulans lapas.
"Selama di klinik, tidak ada pemeriksaan klinis dan tanpa perawatan, adik kami langsung dari kamar," ujar dia.
"Adik kami langsung masuk UGD, trombositnya saat itu sangat rendah. Bahkan untuk ngambil darah saja tidak bisa dari tangan lagi, dari kaki, badan adik saya sudah dingin," ceritanya sambil menahan tangis.
Selama dirawat, kondisi Rio menurun hingga meninggal dunia pada Selasa (12/7) sore.
Menurut Adrian, sejak awal pihak keluarga tidak pernah diberi tahu LKPA soal penganiayaan. Pihak keluarga hanya diberi tahu kalau Rio sakit.
"Hasil otopsi adik saya, ternyata ada kerusakan otak. Berarti sangat membabi buta mereka memukuli adik saya," kenangnya.
Taufik Basari menyampaikan duka mendalam atas apa yang menimpa Rio, dan akan mendukung semua proses hukum yang sedang berjalan. Termasuk pemberian sanksi atas pembiaran penganiayaan tersebut.
"Kejadian ini harus jadi pelajaran, mudah-mudahan peristiwa ini dapat membuat adanya perbaikan di Lapas. Kita sadar ada yang harus dievaluasi dan diperbaiki," pungkas kader Nasdem itu.