Kasus Korupsi Sampah, Kantor DLHK Tangsel Digeledah Kejaksaan Tinggi Banten

ilustrasi - Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten menggeledah dan menyita dokumen terkait dugaan korupsi pengelolaan sampah di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan, Senin (10/2/2025) (Antara/HO-Kejati Banten)
ilustrasi - Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten menggeledah dan menyita dokumen terkait dugaan korupsi pengelolaan sampah di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan, Senin (10/2/2025) (Antara/HO-Kejati Banten)

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten gerak cepat menggeledah Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terkait dugaan korupsi pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah tahun 2024.


Hal tersebut diungkapkan Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Banten Rangga Adekresna dalam keterangannya di Serang, Banten, Senin (10/2/2025).

"Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten menyita beberapa dokumen yang berhubungan dengan penyidikan yang nantinya akan dijadikan alat bukti dalam perkara dimaksud," kata Rangga Adekresna.

Rangga Adekresna mengungkapkan, penggeledahan dan penyitaan oleh Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten dilakukan di dua lokasi yaitu Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan dan di PT. Ella Pratama Perkasa.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Banten meningkatkan status penyelidikan ke tahap penyidikan dugaan korupsi kegiatan pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) pada 2024.

Menurut Rangga Adekresna, bahwa pada 2024 Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan melaksanakan pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah.

Adapun pihak penyedia dalam pekerjaan tersebut adalah PT EPP dengan nilai kontrak pekerjaan sebesar Rp75.940.700.000.

Perincian biaya item pekerjaan, yakni jasa layanan pengangkutan sampah sebesar Rp50.723.200.000 dan jasa layanan pengelolaan sampah sebesar Rp25.217.500.000.

Namun, dari hasil pemeriksaan, kata Rangga Adekresna, tim mendapati temuan bahwa sebelum pelaksanaan pemilihan penyedia, diduga telah terjadi persekongkolan antara pihak pemberi pekerjaan dan pihak penyedia barang dan jasa.

Selain itu, pada tahap realisasi pelaksanaan pekerjaan ternyata PT EPP tidak melaksanakan salah satu item pekerjaan dalam kontrak, yakni pekerjaan pengelolaan sampah.

Hal itu mengingat, PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas dan/atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pengelolaan sampah.

Dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut, lanjut Rangga, terdapat potensi kerugian keuangan negara/daerah sekitar kurang lebih Rp25 miliar. (ant)