Tahun lalu pejabat pemerintah dan militer Indonesia telah menjadi sasaran peretasan mata-mata perangkat lunak atau spyware pegasus yang dirancang oleh sebuah perusahaan pengawasan siber asal Israel.
- Viral Video Mesum Selebgram Cantik Bersama Pegawai BUMN, Durasi 1 Menit 34 Detik
- Ini Dia 6 Daerah Banjir Paling Parah di Kota Tangerang
- BPBD Lebak Kirim Warning, Wisatawan Harap Waspada Bencana Alam saat Liburan Panjang
Baca Juga
Seperti dimuat Reuters pada Jumat (30/9), berdasarkan keterangan dari sembilan informan yang mengetahui masalah tersebut, enam diantaranya menyatakan diri telah menjadi target spyware setelah menerima e-mail dari Apple yang berisi peringatan.
Menurut sejumlah informan, keenam target tersebut antara lain Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, personel senior militer, dua diplomat regional, penasihat di Kementerian Pertahanan dan Luar Negeri Indonesia dan seorang direktur di perusahaan milik negara Indonesia yang menyediakan senjata untuk TNI.
Masih belum jelas siapa yang membuat atau menggunakan spyware untuk menargetkan pejabat Indonesia, sejauh mana itu berhasil dan akan digunakan untuk apa oleh para peretas.
Perusahan Apple menolak untuk berkomentar tentang isu tersebut. Mereka juga masih belum mengungkapkan identitas atau jumlah pengguna yang ditargetkan di Indonesia.
Juru bicara pemerintah Indonesia, militer Indonesia, Kementerian Pertahanan Indonesia dan Badan Siber dan Sandi Indonesia (BSSN) juga tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan Reuters melalui e-mail.
Apple dan peneliti keamanan mengatakan bahwa para korban menerima peringatan melalui perangkat lunak ForcedEntry canggih yang digunakan oleh perusahaan pengawasan siber Israel NSO Group untuk memata-matai dari jarak jauh dan tidak terlihat dengan mengendalikan iPhone.
Menurut pengawas keamanan siber Citezen Lab, pada September 2021, ForcedEntry memanfaatkan kelemahan pada iPhone melalui teknik peretasan baru yang tidak memerlukan interaksi pengguna.
Sementara itu, seorang juru bicara NSO membantah bahwa perangkat lunaknya terlibat dalam penargetan pejabat Indonesia. Mereka menyatakan tidak mungkin secara kontrak dan teknologi dapat melakukannya.
NSO menegaskan jika mereka tidak akan mengungkapkan identitas pelanggannya secara bebas dan hanya menjual produknya kepada entitas pemerintah yang sah dan terverifikasi.