Anies Baswedan dan Diaspora NU

Pertemuan Yenny Wahid, Anies Baswedan, dan Khoififah Indar Parawansa/Net
Pertemuan Yenny Wahid, Anies Baswedan, dan Khoififah Indar Parawansa/Net

PUTRI almarhum Gus Dur, Yenny Wahid menggelar pertemuan besar jaringan konsorsium pengagum Gus Dur atau yang dikenal Gus Durian (bukan Rambutan ya hehe) untuk menyatakan dukungan politik kepada Anies Baswedan, salah satu capres paling populer saat ini. 

Pengikut jaringan ini kebanyakan bergerak di wilayah kultural; aktivis, tokoh berbagai agama, intelektual dan masyarakat umum lainnya. 

Yenny sendiri menjabat komisaris sebuah BUMN terkemuka. Gerakan ini juga dekat dengan Luhut Binsar Panjaitan, sang menteri segala itu.

Pasalnya, karier politik sang jenderal dikerek oleh almarhum Gus Dur sehingga ada politik hutang budi di sana. Konon sang jenderal masih memperhatikan kebutuhan keluarga almarhum Gus Dur hingga kini. Ini namanya kacang tidak lupa kulit. 

Dalam jagat politik NU, Yenny Wahid selalu mengambil posisi diametral dengan sang sepupu, Gus Muhaimin, yang berhasil memimpin PKB, partai yang didirikan ayah Yenny.

Gus Muhaimin sendiri merupakan kader kesayangan Gus Dur awalnya, hingga ditunjuk menjadi Sekjen PKB termuda di usia awal 30-an dan lalu menjadi Wakil Ketua MPR di usia 33 tahun. Fantastis!

 Suatu ketika di tahun 2000, Raymond Toruan, Pemred Jakarta Post kala itu berucap, kaget kalau seorang Muhaimin yang baru beberapa waktu lalu seorang ketua umum PMII yang naik kendaraan umum, tetiba naik mobil dinas Wakil Ketua DPR. 

Reformasi telah menaikkan beberapa orang jadi tokoh nasional dadakan. Situasi politik beberapa tahun kemudian membawa rivalitas antara Gus Dur dan ponakannya ini. Akhir cerita kita tahu, Muhaimin menguasai PKB hingga kini.

Luka dan dendam keluarga Gus Dur kepada Muhaimin terus berkobar. Mereka selalu mengambil posisi berbeda. Muhaimin sendiri telah menyatakan penggabungan kekuatan Gerindra dan PKB, meski belum pasti dia yang jadi cawapresnya. 

Yenny segera membawa gerbong besarnya kepada Anies Baswedan, yang pastinya membutuhkan dukungan besar kaum Nahdliyin. 

Apalagi jika kemudian pasangannya adalah Khoififah Indar Parawansa, kekuatan dua figur ini sangatlah kuat mengingat keduanya menguasai provinsi masing-masing sebagai kepala daerah. 

Jawa timur adalah provinsi terbesar kedua setelah Jawa Barat dengan hampir 40 juta warga. Jakarta sendiri sekitar 10 juta warga. 

Khofifah sendiri sebagai ketua Muslimat NU memiliki jangkauan nasional yang kuat, dimana Muslimat merupakan salah satu badan otonom NU yang paling solid. Kombinasi gender keduanya juga sangat seksi memikat pemilih. Hanya faktor militer yang perlu dipikirkan. 

Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP hingga kini belum menentukan capresnya. Yang ada malah Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa diberhentikan dari jabatannya. 

Kader PPP sendiri, khususnya yang di Jakarta sangat menginginkan figur Anies sebagai capres. Boleh jadi pengganti Monoarfa lebih pro ke Anies. Who knows?

Sesuai perkiraan saya, Pemilu 2024 warga NU akan kembali diaspora ke berbagai capres. Begitulah gaya politik NU. Bukan oportunisme, tapi menjaga jangkar bangsa agar tetap stabil, mengakar sempurna mengawal NKRI tercinta.

In Gus we trust.