Keterangan mantan Wakil Rektor (Warek) I Unila, Heryandi, yang mengaku menerima titipan nama calon mahasiswa para Dekan Unila lewat jalur afirmasi, sepatutnya ditindaklanjuti oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
- Hastag #Hastobiangkerok Menggema di Media Sosial
- Partai Gerindra Sentil PDIP Soal PPN 12 Persen: Lempar Batu Sembunyi Tangan
- Al Muktabar Resmi Serahkan Tugas Pj Gubernur Banten, Penggantinya Bukan Orang Sembarangan
Baca Juga
"Penyidik KPK mesti memeriksa para Dekan Unila. Sebab, ini ada indikasi penyalahgunaan jabatan dan wewenang selaku dekan, salah satunya Nairobi. Jika saja yang menitip itu orang biasa saja dan bukan dekan, apakah akan diterima?" kata Resmen Kadapi, kuasa hukum terdakwa suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri 2022, Andi Desfiandi, Rabu (21/12).
Saat menjadi saksi persidangan di PN Tanjung Karang, Rabu (21/12), Heryandi juga menyebutkan para dekan menyampaikan titipan nama calon mahasiswa saat rapat finalisasi di Jakarta. Nama-nama itu kemudian diserahkan kepada Dekan Fakultas Teknik Unila Helmy Fitriawan yang merupakan Ketua PMB Unila.
Heryandi yang Gurubesar Ilmu Hukum Internasional Fakultas Hukum (FH) Unila itu juga mengakui menerima Rp300 juta dari mantan Ketua Senat Unila, Muhammad Basri. Heryandi menduga uang itu adalah ucapan terimakasih dari M. Basri.
"Artinya ada indikasi gratifikasi berupa pemberian sejumlah uang dari yang menitip, di mana setelah diterima ada ucapan terimakasih berupa uang," papar Resmen.
Resmen juga meminta KPK menetapkan tersangka terhadap pihak-pihak yang berada di lokasi tangkap tangan, selain Rektor Karomani dan Ketua Senat M. Basri. Pun meminta agar para penyuap ditetapkan sebagai tersangka.
"Ini agar KPK benar-benar tegak lurus, terutama menegakkan kebenaran dan keadilan," tutup Resmen.