Gejolak politik di Tunisia belum juga usai. Aksi demonstrasi untuk menuntut pengunduran diri Presiden Kais Saied terus dilakukan selama beberapa bulan terakhir.
- Viral Video Mesum Selebgram Cantik Bersama Pegawai BUMN, Durasi 1 Menit 34 Detik
- Ini Dia 6 Daerah Banjir Paling Parah di Kota Tangerang
- Warga Panik Banyak Ternak Mati Mendadak, DPKP Pandeglang: Hubungi Call Center
Baca Juga
Pada Sabtu (14/1), aksi demonstrasi digelar oleh oposisi Front Keselamatan Nasional (NSF) untuk memperingati 12 tahun pemberontakan rakyat yang menggulingkan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali pada 2011. Hal ini yang memicu munculnya fenomena Arab Spring.
Menurut laporan Anadolu Agency, demonstran di ibukota Tunis meneriakkan slogan-slogan yang menuntut pengunduran diri Saied dan menyoroti upaya "kudeta" yang dilakukannya.
"Kudeta ini telah menghancurkan ekonomi dan menganiaya rakyat Tunisia. Saied harus turun dan mengakhiri kekuasaannya," ujar Ketua NSF, Ahmed Najib Chebbi.
Ia juga menyalahkan Saied atas melonjaknya biaya hidup di Tunisia.
Tunisia berada dalam gejolak krisis sejak 2021, ketika Saied membubarkan parlemen, yang kemudian disusul penyusunan konstitusi baru pada Juli 2022. Langkahnya ini banyak disebut sebagai tindakan kudeta.
Saied sendiri membantah keputusannya merupakan kudeta, dan menyebut itu dilakukan untuk menyelamatkan negara di tengah krisis ekonomi.